June 02, 2011

Mencari (lagi) Nasionalisme Kita 1


Kenichi Ohmae berkata dalam bukunya yang mendongengkan kiamatnya negara bangsa tentang 4 i (investasi, industri, individualitas dan investasi). 4 hal ini menurut Ohmae akan mengubah wajah dunia yang kita tinggali. Batas antar bangsa yang sekarang ada akan menjadi kian tidak berarti ditelan dinamika globalisasi. Meski agak menggunakan “kaca mata kuda” karena dominannya sudut pandang ekonomi, pandangan ini sedikit banyak mulai terbukti kebenarannya hari ini. Dunia hari ini adalah tempat yang berbeda sama sekali dengan tempat yang ditinggali ayah ibu kita ketika dulu mereka mendengarkan Koes Plus dan bersepatu roda di Binaria. Internet menghubungkan negara-negara yang terpisah ribuan mil dan berada di zona waktu yang berbeda, isu lingkungan makin mengemuka, perang dingin tinggal pepesan kosong, Republik Rakyat Cina sudah bukan negara dengan ekonomi tertutup dan telah tercipta tumblr! Dalam situasi ini, di mana kemudian letak nasionalisme?

Bicara nasionalisme, gw paling suka definisi Soekarno dalam tulisannya untuk merespon tulisan H. Agus Salim yang takut bahwa nasionalisme Indonesia tidaklah berbeda dengan chauvinisme. Dalam tulisan yang gw baca di buku Di Bawah Bendera Revolusi jilid 1 ini, si bung berkata kira-kira begini “…nasionalisme kita bukanlah jang berasal dari kesombongan bangsa belaka, ia nasionalisme jang lebar-jang berasal daripada pemahaman akan susunan dunia dan riwajat…”. Untuk semua Soekarnois di luar sana, gw minta maaf jika definisi gw salah tapi yang gw tangkap, Soekarno ingin berkata bahwa nasionalisme itu tidak transenden, tiba-tiba datang entah darimana dan tercipta begitu saja. Nasionalisme sejati datang dari pemahaman yang utuh tentang konstelasi dunia dan riwayat bangsa.

Hari ini banyak gerakan masyarakat sipil terutama di kalangan pemuda yang muncul dengan mengatasnamakan cinta pada bangsa-dengan kata lain, nasionalisme. Tidak sedikit yang tumbuh menjadi arus utama dan mempengaruhi hidup ribuan orang lain. Pertanyaannya, sudahkah konsep yang dipaparkan Soekarno sebagaimana gw kutip di atas benar-benar diresapi? kalau sudah,mengapa masih banyak anak muda yang mengaku nasionalis hanya karena menggunakan batik, padahal batik yang mereka pakai merupakan barang impor dari China?? padahal di saat yang sama mereka sebanarnya tengah meminuskan neraca perdagangan kita?? (secara umum, karena dalam ekonomi yang berpengaruh adalah neraca secara agregat, bukan negara per negara). Mengapa banyak pemuda dengan bangga melabeli dirinya aktivis ini itu tanpa tahu tentang sejarah penindasan bangsa Indonesia? tanpa mengerti bahwa semua yang publik di negara ini tengah diliberalisasi? bahwa tidak ada orang miskin di Indonesia, yang ada, dimiskinkan!

Ironis. Mari, mencari lagi nasionalisme kita!

Sampai jumpa di jilid berikutnya seri ini.

0 comments:

Post a Comment